• Sabtu, 29 Januari 2022

     MENGENAL SIKLUS LALAT BLACK SOLDIER FLY  

    Siklus Hidup Black Soldier Fly(BSF): Black Soldier Fly berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah. Panjang lalat berkisar antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup lima sampai delapan hari (Gambar 1). Saat lalat dewasa berkembang dari pupa, kondisi sayap masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna hingga menutupi bagian torak. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut yang fungsional, karena lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya. Kebutuhan nutrien lalat dewasa tergantung pada kandungan lemak yang disimpan saat masa pupa. Ketika simpanan lemak habis, maka lalat akan mati (Makkar et al. 2014). Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat betina umumnya memiliki daya tahan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin et al. 2009).

    Menurut Tomberlin et al. (2002) bahwa siklus hidup BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan. Lalat betina akan meletakkan telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada bongkahan kotoran unggas atau ternak, tumpukan limbah bungkil inti sawit (BIS) dan limbah organik lainnya. Lalat betina tidak akan meletakkan telur di atas sumber pakan secara langsung dan tidak akan mudah terusik apabila sedang bertelur. Oleh karena itu, umumnya daun pisang yang telah kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan di atas media pertumbuhan sebagai tempat telur.



    Di alam, lalat betina akan tertarik dengan bau senyawa aromatik dari limbah organik (atraktan) sehingga akan datang ke lokasi tersebut untuk bertelur. Atraktan diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan air ke limbah organik, seperti limbah BIS, limbah sayuran atau buah-buahan atau penambahan EM4® (bakteri) dan mikroba rumen. Jumlah lalat betina yang meletakkan telur pada suatu media umumnya lebih dari satu ekor. Keadaan ini dapat terjadi karena lalat betina akan mengeluarkan penanda kimia yang berfungsi untuk memberikan sinyal ke betina-betina lainnya agar meletakkan telur di tempat yang sama. Telur BSF berwarna putih dan berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 1 mm terhimpun dalam bentuk koloni.

    Seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur berkisar 185-1235 telur (Rachmawati et al. 2010). Literatur lain menyebutkan bahwa seekor betina memerlukan waktu 20-30 menit untuk bertelur dengan jumlah produksi telur antara 546-1.505 butir dalam bentuk massa telur (Tomberlin & Sheppard 2002). Berat massa telur berkisar 15,8-19,8 mg dengan berat individu telur antara 0,026-0,030 mg. Waktu puncak bertelur dilaporkan terjadi sekitar pukul 14.00-15.00. Lalat betina dilaporkan hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya, setelah itu mati (Tomberlin et al. 2002).

    Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah telur berbanding lurus dengan ukuran tubuh lalat dewasa. Lalat betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur dibandingkan dengan lalat yang bertubuh dan sayap yang kecil (Gobbi et al. 2013). Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil. Selain itu, kelembaban juga dilaporkan berpengaruh terhadap daya bertelur lalat BSF. Sekitar 80% lalat betina bertelur pada kondisi kelembaban lebih dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang bertelur ketika kondisi kelembaban kurang dari 60% (Tomberlin & Sheppard 2002).

    Dalam waktu dua sampai empat hari, telur akan menetas menjadi larva instar satu dan berkembang hingga ke instar enam dalam waktu 22-24 hari dengan rata-rata 18 hari (Barros-Cordeiro et al. 2014). Ditinjau dari ukurannya, larva yang baru menetas dari telur berukuran kurang lebih 2 mm, kemudian berkembang hingga 5 mm. Setelah terjadi pergantian kulit, larva berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang tubuh mencapai 20-25 mm, kemudian masuk ke tahap prepupa. Tomberlin et al. (2009) menyebutkan bahwa larva betina akan berada di dalam media lebih lama dan mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan larva jantan. Secara alami, larva instar akhir (prepupa) akan meninggalkan media pakannya ke tempat yang kering, misalnya ke tanah kemudian membuat terowongan untuk menghindari predator dan cekaman lingkungan.

    Holmes et al. (2013) membandingkan lima substrat dalam stadia pupa, yaitu serbuk gergaji, tanah, humus, pasir dan tidak menggunakan substrat. Stadia pupa yang dipelihara pada substrat pasir dan humus lebih lama dibandingkan pada substrat tanah dan serbuk gergaji. Stadia pupa tanpa substrat berjalan paling cepat karena untuk mengurangi risiko dari predator atau ancaman lingkungan. Namun, kondisi ini menyebabkan daya tetas pupa menjadi imago (lalat dewasa) lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Hal ini diduga karena energi yang tersimpan selama menjadi larva banyak digunakan untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Bobot pupa betina rata-rata 13% lebih berat dibandingkan dengan bobot pupa jantan (Tomberlin et al. 2009). Setelah 14 hari, pupa berkembang menjadi lalat dewasa (imago). Dua atau tiga hari kemudian lalat dewasa siap untuk melakukan perkawinan.

    Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam siklus hidup BSF. Suhu yang lebih hangat atau di atas 30°C menyebabkan lalat dewasa menjadi lebih aktif dan produktif. Suhu optimal larva untuk dapat tumbuh dan berkembang adalah 30°C, tetapi pada suhu 36°C menyebabkan pupa tidak dapat mempertahankan hidupnya sehingga tidak mampu menetas menjadi lalat dewasa. Pemeliharaan larva dan pupa BSF pada suhu 27°C berkembang empat hari lebih lambat dibandingkan dengan suhu 30°C (Tomberlin et al. 2009). Suhu juga berpengaruh terhadap masa inkubasi telur. Suhu yang hangat cenderung memicu telur menetas lebih cepat dibandingkan dengan suhu yang rendah.

    Meskipun lalat dewasa tidak memerlukan pakan sepanjang hidupnya, tetapi pemberian air dan madu dilaporkan mampu memperpanjang lama hidup dan meningkatkan produksi telur. Rachmawati et al. (2010) membuktikan bahwa puncak kematian lalat dewasa yang diberi minum madu terjadi pada hari ke-10 hingga 11, sedangkan pada lalat yang diberi minum air terjadi kematian tertinggi pada hari kelima hingga kedelapan dan berlanjut pada hari ke-10 hingga 12. Ditinjau dari waktu bertelurnya, lalat betina yang diberi minum madu mencapai puncak waktu bertelur pada hari kelima, sedangkan pada perlakuan pemberian air terjadi pada hari ketujuh.

    Source Artikel: Siklus Hidup Black Soldier Fly: April Hari Wardhana

     

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © CLUSTER MAGGOT COLOMADU - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -